10 Juni 2010

SAHABAT-SAHABAT DI DALAM LINGKARAN

Ketika seorang bayi baru lahir, ia hanya mengenal orang tuanya. Kemudian ia mengenal saudara-saudaranya, tetangga–tetangga, dan seterusnya. Semakin bertambah usia, semakin banyak orang lain yang dikenalnya. Kenalan-kenalan ini makin bertambah saat seorang anak memasuki usia sekolah. Ia mulai memiliki teman dan teman-teman ini terus bertambah jumlahnya seiring dengan pertambahan pergaulannya.


Saya pernah “menuduh” seorang sahabat tidak pandai me”maintain” teman-temannya, karena sahabat saya ini sangat suka berkenalan, menambah teman baru, dan biasanya setelah itu tidak lagi berinteraksi dengan teman-temannya tersebut. Apalagi saat ini, jejaring sosial membuat kita tetap terhubung dengan teman-teman, tanpa harus sering melakukan kontak. Dengan kata lain, sewaktu-waktu kita ingin melakukan kontak, kita bisa langsung melakukannya tanpa harus mencari-cari alamat email atau nomor telepon yang bersangkutan.

Beberapa kali saya melihat profil-profil di situs jejaring sosial yang memiliki teman ribuan. Sementara rata-rata orang memiliki teman sejumah 400 hingga 500 orang saja. Dari jumlah itu, biasanya yang aktif melakukan kontak hanya puluhan, dan yang melakukan interaksi secara intens kemungkinan tidak sampai 10 orang.

Secara alami manusia melakukan pengelompokan terhadap hal-hal di sekitarnya, termasuk teman mereka. Pada dasarnya otak manusia menyukai hal-hal yang sistematis, artinya berurut dan berjenjang. Manusia cenderung memilih untuk lebih sering berinteraksi dengan kelompok yang menurut mereka memiliki kemiripan dalam hal minat, kebutuhan, dan gaya hidup. Di luar kelompok itu mungkin masih ada kelompok-kelompok lain lagi, misalnya teman SMA, teman kuliah, teman arisan, dll.

Yang menarik perhatian saya, ternyata pengelompokan itu tidak semata-mata berdasarkan kemiripan, namun ada suatu tingkatan (jenjang) yang membuat adanya perbedaan dalam cara berkomunikasi dan bergaul. Berikut saya coba menguraikan pengamatan saya, yang saya pilah-pilah berdasarkan intentisitas dan derajat komunikasinya, dengan menyebutnya sebagai RING.

1. RING NOL

Ini adalah kelompok yang paling dekat dengan individu. Anggotanya bisa saja hanya satu atau dua orang. Dalam kelompok ini, komunikasi bisa saja tidak standar, bahkan mungkin saja tidak menggunakan komunikasi verbal. Tidak heran, biasanya kelompok ini diisi oleh teman-teman terdekat. Dalam kelompok ini, seseorang bisa mengkomunikasikan kegembiraan dan kesedihan, masa lalu, rencana-rencana jangka pendek, bahkan impian-impian di masa datang. Anggota kelompok melakukan interaksi yang seimbang, saling memberi dan menerima, interaksi dilakukan terus menerus dan tingkat kepercayaannya sangat tinggi.. Pada kehidupan nyata, manusia menempatkan pasangan hidupnya dalam RING nol ini, bagi yang belum punya pasangan, RING ini diisi oleh seseorang yang disebut sahabat sejati, biasanya hanya ada 1 orang atau tidak ada sama sekali. Cirinya adalah, RING NOL adalah orang yang pertama diberitahu untuk informasi apapun.

2. RING SATU

Ini kelompok berikutnya, di mana seseorang bisa membagi kegembiraan dan kesedihannya, dan rencana-rencana jangka pendek. Ini adalah kelompok berikutnya yang diberitahu jika ada berita gembira atau sedih. RING ini biasanya juga dijadikan sebagai kelompok supporter dan pemberi solusi. Bagi yang tidak memiliki RING nol, maka RING SATU inilah teman-teman terdekatnya. Sebagian menyebut kelompok ini “sahabat seperjuangan”.

3. RING DUA

Ini adalah kelompok yang biasanya hanya sebagai teman berbagi senang dan sedih. Intensitasnya lebih rendah, kegembiraan ataupun kesedihan yang dibagi sifatnya hanya membagi, tidak mengharapkan solusi atau motivasi, karena bobot informasinya (gembira atau sedihnya) juga cukup ringan. Orang-orang berkepribadian tertutup, biasanya membatasi diri hanya memiliki teman maksimal sampai RING DUA.

4. RING TIGA

Ring ini adalah RING yang paling banyak penghuninya, di dalam kelompok ini, emosi yang dibagi hanya kegembiraan. Tingkat kepercayaan cukup rendah, karena seseorang tidak akan melakukan “curhat” di dalam RING TIGA.

5. RING EMPAT, dst

Semakin menjauh dari inti, gravitasi makin melemah. Hal ini juga berlaku bagi ring-ring berikutnya. Dengan kata lain, semakin besar indeks ringnya, intensitas dan derajat komunikasinya makin rendah. Kelompok-kelompok hobi dan diskusi mungkin bisa kita masukkan ke dalam RING EMPAT, sedangkan kelompok-kelompok dengan label “teman SMA”, “teman kuliah” akan lebih tepat dimasukkan ke RING LIMA, “teman dari teman” termasuk RING ENAM, dan seterusnya.

Penempatan RING ini tidak berlaku sama bagi semua orang. Bisa saja, seseorang yang kita tempatkan di RING SATU, ternyata menempatkan kita di RING TIGA, atau sebaliknya. Hal ini sah-sah saja, asal semua pihak menyadari dan memaklumi posisinya masing-masing. Salah seorang sahabat menempatkan saya di RING SATU, ia membagi kebahagiaan, kesedihan, kemarahan, serta rencana-rencananya dengan saya. Saya memposisikan diri saya sebagai tempat curhat dan pemberi solusi, sementara saya sendiri tidak membagi perasaan saya dengannya (mungkin karena saya telah menumpahkan semuanya kepada RING NOL saya, atau bisa juga karena saya tidak ingin membuat sahabat saya ini menjadi “overload”). Ini adalah hubungan pertemanan yang tidak simetris. Namun sejauh ini sahabat saya tersebut tidak mempersoalkan hal itu karena ia tahu saya selalu siap untuk menjadi pendengar dan selalu ikut bersyukur untuk kebahagiaannya, dan saya juga terlihat senang melakukannya.

Memang perlu kedewasaan menyikapi perbedaan-perbedaan RING yang ada. Artinya, kita bisa saja menerima seseorang menempatkan kita atau menempatkan diri sendiri pada RING tertentu. Misalnya, jika kita tidak bersedia menjadi tempat curhat, kita sudah menempatkan diri kita tidak lebih dari RING TIGA. Dengan menjadi pendengar yang baik, kita minimal berada di RING DUA. Jika kita membagi kegembiraan, kesedihan, dan cita-cita dengan seseorang berarti kita menempatkan dia di RING SATU, walaupun orang tersebut tidak akan secara otomatis juga menempatkan kita di RING yang sama. Penempatan itu bisa saja berubah dari waktu ke waktu. Karena itu jangan heran atau tersinggung, jika sebelumnya seorang sahabat menempatkan kita di RING SATU, kemudian memindahkan kita ke RING TIGA, kemungkinan besar itu hanya reaksi alami penyeimbangan dari tindakan kita yang menempatkan dia di RING TIGA, atau semata-mata hanya karena memang ada penurunan intensitas dan derajat komunikasi.

Selamat me”maintain” sahabat dan teman